Supriyani, Guru Honorer yang Menanti Keadilan Restoratif

24-10-2024 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo. Foto: Ist/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Kasus yang melibatkan Supriyani, seorang guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Supriyani dituduh melakukan penganiayaan ringan terhadap muridnya, sebuah insiden yang memunculkan polemik mengenai keadilan dalam pendidikan dan peran sistem hukum dalam menyelesaikan perkara yang sarat dengan hubungan kemanusiaan.


Kasus ini bermula pada April 2024, ketika Supriyani dilaporkan oleh orang tua muridnya ke Polsek Baito. Langkah-langkah hukum pun diambil oleh pihak kepolisian hingga berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Andoolo. Meskipun demikian, suara publik, terutama dari kalangan pendidik, kian lantang menyerukan penerapan keadilan restoratif.


Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mengutarakan pandangannya tentang perlunya hakim PN Andoolo menerapkan restorative justice (keadilan restoratif) bagi Supriyani. "Ini adalah momen yang tepat untuk menerapkan restorative justice, terutama karena Supriyani adalah guru yang berniat mendidik, bukan mencederai. Relasi antara guru dan murid di sini lebih menyerupai hubungan ibu dan anak," ujar Rudianto kepada Parlementaria, Rabu (23/10/2024).


Ia mengingatkan bahwa tindakan penganiayaan ringan yang dituduhkan seharusnya tidak serta merta membawa kasus ini ke ranah pidana. Keadilan restoratif, menurut Rudianto, memungkinkan penyelesaian masalah melalui pendekatan yang lebih humanis. Dalam konteks Supriyani, ia mendorong adanya perdamaian antara Supriyani dan keluarga murid yang terlibat. 


Rudianto menyebut bahwa Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024 dapat menjadi dasar hukum bagi hakim PN Andoolo untuk memutuskan perkara ini dengan pendekatan keadilan restoratif.


"Jika korban dan pelaku bisa berdamai, maka proses hukum tidak perlu berlanjut lebih jauh," tegasnya, seraya menambahkan bahwa pengadilan dapat membantu menciptakan ruang untuk maaf dan penyelesaian damai.


Dukungan terhadap Supriyani tak hanya datang dari Rudianto, tetapi juga dari masyarakat luas yang menilai bahwa tindakan pidana dalam kasus ini tidak sepadan dengan apa yang terjadi. Keputusan PN Andoolo untuk menangguhkan penahanan Supriyani dianggap sebagai langkah yang bijak.


Rudianto menegaskan bahwa keterlibatan negara dalam kasus seperti ini seharusnya diminimalisir, mengingat Supriyani hanya berusaha menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik. Ia mengapresiasi tindakan mediasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan pemerintah setempat sebelumnya, meskipun belum membuahkan hasil damai.


Sidang perdana yang akan digelar di PN Andoolo pada Kamis (24/10) menjadi penentu bagi nasib Supriyani. Publik berharap bahwa sidang ini tidak hanya sekadar membahas hukum formal, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor kemanusiaan yang ada di dalamnya.


Kasus Supriyani adalah cerminan dari tantangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, di mana tugas mendidik kadang berbenturan dengan aturan hukum. Terlepas dari proses pengadilan yang berjalan, banyak pihak berharap agar kasus ini bisa berakhir dengan damai, membuka ruang bagi penerapan keadilan yang lebih berimbang dan berperikemanusiaan. (ssb/aha)

BERITA TERKAIT
Bertemu Dubes Belanda, Komisi III Bahas Hukum di Indonesia
24-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas revisi Rancangan UU Hukum Acara Pidana atau RUU...
Legislator: Tekan Permintaan, Kunci Atasi Peredaran Narkoba
23-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi darurat narkoba akibat tingginya...
Komisi III Akan Segera Bahas RUU KUHAP, Target Berlaku Sama dengan UU KUHP
22-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau...
Komisi III Dorong Pendekatan Keadilan Restoratif di Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya
22-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan kasus dugaan salah tangkap di Tasikmalaya. Hal...